Indonesia: Murnikah Sistem Hukum Civil Law?
Setiap negara di dunia, dalam menjalankan pemerintahan
di negaranya sudah pasti menggunakan suatu sistem hukum yang dianutnya. Secara
garis besar, ada dua sistem hukum yang dikenal di dunia, yaitu Sistem Civil
Law dan Sistem Common Law. Sebelum penulis menjelaskan
lebih lanjut mengenai pengertian tiap-tiap sistem hukum, ada baiknya kita
mengetahui lebih dahulu; Apa itu Sistem?
Sistem merupakan perangkat unsur yang secara teratur
saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. (Pius Abdillah dan Danu
Prasetya. Tanpa Tahun Terbit:580). Kemudian van der Poel mengatakan bahwa:
"Sistem
adalah sekumpulan unsur-unsur yang diantaranya terdapat adanya
hubungan-hubungan, dimana unsur-unsur yang ditujukan ke arah pencapaian
sasaran-sasaran umum tertentu". (Pramono Suko Legowo. 200:72)
Jadi dapat kita simpulkan bahwa
Sistem merupakan sekumpulan unsur-unsur yang memiliki hubungan dan saling
berkaitan satu sama lain, demi mencapai suatu kesatuan dan/atau tujuan.
Telah memahami arti dari Sistem,
selanjutnya kita memahami dari tiap-tiap sistem hukum yang ada. Satjipto
Rahardjo dalam bukunya Ilmu Hukum (hlm. 235) berpendapat bahwa di dunia ini
kita tidak jumpai satu sistem hukum saja, melainkan lebih dari satu. Seperti
yang sudah disinggung dalam paragraf awal, terdapat dua macam sistem hukum di
dunia yaitu Civil Law dan Common Law. Berikut
penulis akan mencoba menjelaskan setiap sistem hukum.
A. Civil Law
System
Sistem ini yang lazimnya juga
disebut sistem Eropa Kontinental, berakar dari sistem hukum Romawi (The
Roman Law System) yang umumnya dianut oleh negara-negara Eropa
Kontinental, Jerman, Perancis, Belanda dan bekas wilayah jajahannya. Sistem
hukum ini didasarkan pada code sipil yang terkodifikasi.
Ciri atau karakteristik dari sistem Civil Law adalah:
1.
Adanya sistem kodifikasi;
2. Hakim tidak terikat dengan preseden atau doktrin stare
decicis, sehingga undang-undang menjadi rujukan hukumnya yang utama;
3.
Sistem peradilannya bersifat inkuisitorial.
B.
Common Law System
Sistem hukum ini juga disebut Anglo Saxon, adalah
berdasarkan custom (kebiasaan), preseden dan judge made law.
Ini dipraktekkan pada negara-negara Anglo Saxon, utamanya Inggris dan Amerika
serta negara-negara bekas jajahan Inggris.
Ciri atau karakteristik dari
sistem Common Law adalah:
1. Yurisprudensi
sebagai sumber hukum utama;
2. Dianutnya
Doktrin Stare Decicis/Sistem Preseden;
3. Adversary
System dalam proses peradilan.
Lantas
timbul pertanyaan, sistem hukum manakah yang digunakan di Indonesia?
Melihat ciri-ciri yang terdapat
dalam sistem hukum ini, tentunya kita beranggapan bahwa Indonesia
menganut Civil Law System. Namun, hemat penulis, ternyata dalam
implementasinya Indonesia tidak benar-benar murni menganut sistem hukum Civil
Law. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu:
Pertama,
dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
berbunyi:
ayat (1);
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan,
ayat (2);
Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh Negara,
ayat (3);
Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
ayat (4);
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional, dan
ayat (5);
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang."
Makna yang
dikandung dalam pasal tersebut dapat kita mengambil kesimpulan bahwa Indonesia
ternyata menganut konsep yang digunakan oleh Socialis Law System,
dimana Negara menguasai produksi dan distribusi.
Alasan
kedua, diakuinya keberadaan dari hukum tidak tertulis, yaitu hukum adat.
Menganut konsep yang digunakan dalam Common Law System, dimana
menurut sistem tersebut hukum itu tidak selamanya harus tertulis dan
dikodifikasikan dalam suatu kitab perundang-undangan. Hal ini tentu
bertentangan dengan konsep Civil Law System, dimana sesuatu bukan
merupakan hukum apabila tidak diatur secara tertulis. Namun di Indonesia,
keberadaan hukum adat masih diakui keberadaannya.
Dan yang
terakhir, kita masih memberlakukan keanekaragaman (pluralistis) hukum perdata,
serta membentuk hukum nasional yang mampu mengikuti perkembangan masyarakat dan
tetap mewadahi keanekaragaman hukum adat. Oleh karena terdapat banyak
lingkungan hukum adat di Indonesia.
Menurut
hemat penulis, Indonesia pun sebenarnya tidak serta-merta mencakok Sistem
Hukum Civil Law. Hal ini dapat dilihat dari penjabaran
alasan-alasan di atas, konkritnya seperti masih adanya pengakuan akan hukum
adat di Indonesia. Melihat alasan yang ada di atas tentunya kita bertanya, lalu
sistem hukum apa yang benar-benar kita anut? Berdasarkan beberapa referensi
artikel, sistem hukum kita seharusnya adalah sistem hukum Indonesia itu
sendiri, yang menganut berbagai konsep-konsep yang ada di dalam beberapa sistem
hukum yang lainnya yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia. Tetapi
oleh karena tidak adanya nama baku terhadap sistem hukum tersebut, mayoritas
masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa yang belajar di fakultas hukum
beranggapan bahwa sistem hukum Indonesia adalah Civil Law System.
Karena hampir semua ciri-ciri yang ada terdapat dalam sistem hukum tersebut,
juga dianut oleh bangsa Indonesia.
Komentar
Posting Komentar