Menyerah adalah Bibit Kalah, Berjuang adalah Peluang Kemenangan

Ditengah pandemi Covid-19 yang sedang melanda tanah manusia ini, banyak sekali hikmah yang dapat kita ambil. Polusi udara dan polusi suara yang jauh berkurang, sebagai waktu untuk bumi memulihkan diri. Kita yang terlalu sibuk dengan rutinitas sehari-hari, diberi waktu beristirahat mengejar materi. Dan saya, diberi waktu lagi menatap layar untuk berbagi cerita melalui aksara. Bukan tulisan yang begitu baru. Postingan ini merupakan jawaban yang pernah saya tulis di platform Quora. Namun kali ini, saya akan sedikit melakukan penambahan, sesuai dengan hal-hal yang sedikit banyaknya sudah saya lewati sejak terakhir saat saya memposting tulisan tersebut.

Kala itu saya menerima pertanyaan seperti ini, "Kenyataan pahit apa saja yang kamu ketahui setelah dewasa?" Singkat, padat, dan jelas. Ketika saya memperoleh notifikasi atas pertanyaan ini, kala itu juga saya tertarik dan langsung membuka handphone. Pertanyaan yang terlihat simpel, namun mampu menarik saya ke keadaan beberapa tahun lalu untuk menyadari hal-hal besar yang ternyata telah banyak terjadi di kehidupan saya. Kenyataan pahit? Mungkin bukan pahit. Saya lebih memandang seperti, hal yang saya kaget karena baru masuk ke dunia dewasa ini. Benar, menjadi dewasa itu ternyata pilihan. Saya pikir, selama ini saya telah menjadi dewasa. Saya meninggalkan perdebatan yang jelas tidak ada ujungnya, saya lebih memilih mengalah disetiap permasalahan, saya berupaya memandang setiap hal adalah hal terbaik yang diberikan Tuhan—sekalipun saya tidak menyukainya—saya percaya ada sisi baik dan hikmah dibalik semuanya. Nyatanya, hidup semakin rumit. Dewasa secara sikap, bukan berarti kita telah benar-benar dewasa secara mental. Kenyataan untuk hidup mandiri, contoh saja, mencari pekerjaan dan telah merasa malu masih hidup dari biaya bulanan yang dikirimkan orang tua, ternyata sangat menyesakkan. Bagi saya ini memalukan. Mencari biaya hidup untuk diri sendiri ternyata bukan perkara mudah, skill yang saya miliki pun terasa tiada artinya ketika mulai mengenal pesaing-pesaing saya di luar sana yang jauh lebih hebat. Keadaan inilah yang membuat saya kaget ketika keluar dari zona nyaman dan memasuki dunia sesungguhnya. Sempat stress sih, ”ternyata hidup itu emang keras dan kerasnya itu kebangetan..”.

Ditambah lagi, era 4.0 ini menyuguhkan berbagai media sosial yang menampilkan beraneka kemewahan duniawi orang-orang di luar sana. Tak dipungkiri, acap kali diri ini mulai membanding-bandingkan hidup—bahkan rezeki dengan orang lain. Sering kali merasa sekeras apapun saya berusaha, seperti apapun saya bekerja, saya selalu merasa masih gagal. Melihat orang lain dapat tumbuh besar selalu membuat saya tertampar. Selalu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan 'mengapa mereka bisa?' 'apa yang mereka lakukan?' 'bagaimana saya bisa menjadi seperti mereka?' 'mengapa saya begini-begini saja?'. Hingga akhirnya saya sadar, bahwa kita telah mempunyai lajur hidup masing-masing dan porsi rezeki masing-masing. Bisa dibilang, mungkin saya cukup rajin membaca beraneka quotes, beragam cerita hidup kesuksesan dan buku-buku motivational. Namun bacaan itu hanya memenuhi otak saya, tanpa meracuni hati saya. Saya sadar bahwa saya seharusnya dapat jauh lebih bersyukur dengan kehidupan saat ini. Tanpa membutakan mata atas kenyataan masih banyak juga orang-orang yang menjalani kehidupan yang sulit. Hingga akhirnya, saya menjadikan pencapaian orang lain sebagai cambuk bagi diri saya sendiri, tanpa mengeluh dan mengasihani diri sendiri. Karena senyatanya, diri ini telah turut berjuang dan mewujudkan beberapa bucket lists hidup yang dulunya hanyalah impian.

Quarter life crisis benar-benar mempunyai andil besar dalam perpektif hidup kita. Apakah kita akan menjalani masa ini dengan penuh tekanan tak berhaluan, atau menjadikan ini sebagai tahap memantapkan diri menata masa depan. Untuk siapapun yang sedang menjalani masa sulit, sedang menjalani hidup dengan rasa 'tertekan', yakinlah bahwa semua masa sulit ini akan berlalu. Tentunya berlalu apabila kita berjuang untuk meraih kemenangan. Hidup tidak serumit yang kita bayangkan. Sering kali kitalah yang terlalu rumit memandang hal yang disajikan oleh kehidupan. Pun sebaliknya, hidup tidak berarti mudah. Karena kita sebagai manusia memang ditunjuk sebagai pemeran di panggung penuh ujian. "Tuhan tidak mengubah nasib suatu kaum, kecuali mereka mengubah diri mereka sendiri (Ar-Rad:11)". Poinnya adalah, bagaimana kita tetap berusaha untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Hasil memang Tuhan yang menentukan, tapi pada prosesnya, kitalah yang menjadi tuan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memperjelas Kacamata Pendidikan: Bukan Hanya Tanggung Jawab Tenaga Pengajar

Indonesia: Murnikah Sistem Hukum Civil Law?

Sekolah Dibubarkan Saja!